Selasa, 05 November 2013

RESENSI BUKU

·        Judul buku    : Sayap-Sayap Patah
·        Pengarang     : Kahlil Gibran
·        Penerjemah   : M.Ruslan Shidieq
·        Penerbit        : PT. Dunia Pustaka Jaya
·        Cetakan        : ke-9, tahun 2002
·        Tebal            : 132 halaman
Sinopsis :

Buku ini menceritakan tentang bagaimana perasaan hati seorang pria yang senantiasa menjaga amanah dari ayah teman wanitanya, dia hanya ingin selalu menjaga anak perempuannya meskipun cintanya harus dipendam karena wanita itu menikah dengan pria lain. Tepat pada saat itu seorang muncul dari belakang tirai beledu di pintu dan berjalan mendekati kami. Farris Affandi ( teman lama ayahku ) dan aku bangkit dari tempat duduk kami “Ini anak perempuanku Selma “, kata orang tua itu. Ia memperkenalkan gadis itu padaku. Dia bagaikan buku yang tidak pernah bisa kuselesaikan membacanya. Karena setiap kunjungan memberiku makna baru pada kecantikannya dan padangan baru ke dalam jiwanya yang manis. Satu jam berlalu, ,setiap menit adalah satu tahun cinta. Keindahan malam itu berubah ketika kereta yang mengantarkan ayahnya telah kembali dan mengatakan bahwa Selma ada dinikahkan oleh kemenakan Uskup Bulos, Mansour Bey Galib. Aku memberinya semangat meskipun hati ini terasa hancur karena putusan itu hadir disaat cintaku mulai tumbuh “Mari, Selma, mari kita menjadi menara yang kuat di tengah prahara. Mari kita berdiri seperti prajurit gagah berani dihadapan musuh dan menghadapi senjatanya. Jika kita terbunuh, kita akan mati sebagai orang suci, dan jika kita menang, kita akan hidup sebagai pahlawan. Menghadapi halangan dan kesulitan lebih mulia daripada mundur mencari ketenangan. “ ........... Namun semua harus berjalan sesuai takdir yang telah dituliskan, Selma harus menikah dengan dan Mansour Bey. Sisi ketegangan tetap terjadi dikala Selma tetap menemui sang kekasih secara diam – diam. Bahkan Uskup Bulos memerintahkan kepada semua pelayan dan pengawalnya untuk memperhatikan gerak – gerik Selma. Meskipun cinta diantara mereka sangat besar, Selma tetap memilih mengakhiri pertemuan sembunyi – sembunyinya dengan ciuman mesra yang pertama dan terkahir, karena dia tidak ingin sang kekasih merasakan derita yang dia alami. Bertahan dikehampaan cinta sang kekasih, Selma berusaha menjadi istri yang baik. Karena setiap hari Mansour selalu menanyakan kapan Selma dapat memberinya keturunan, meskipun dia sendiri selalu sibuk dengan wanita – wanita yang menjual tubuhnya hanya untuk sepotong roti.

Doa yang tak pernah putus selalu memberikan berita yang baik. Selma hamil, meskipun ketika melahirkan dia harus berjuang antara hidup dan mati. Burung dengan sayap – sayap yang patah tak selamanya mampu bertahan dan akhirnya Selma harus menghadap Sang Pencipta setelah dia melahirkan bayi laki – laki yang usianya hanya sebatas sinar matahari pagi. Semua pengantar jenazah telah pergi, ketika aku bertanya kepada si penggali kubur “apakah anda ingat dimana Farris Effandi dimakamkan ? “ Dia memandangku sambil berkata ….”Disini, aku menempatkan anak perempuan diatasnya dan didada anak perempuan ini beristirahat anaknya…. …..”.

1.      Alur
Novel ini menggunakan alur maju.

2.      Tema
Kasih Tak Sampai.

3.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama karena penulis menceritakan tentang pengalaman pribadinya.

4.      Tokoh
Kahlil Gibran
Selma Karamy
Faris Effandi Karamy
Uskup Bulos Galib
Mansour Bey Galib

5.      Kelebihan buku ini : Buku ini ditulis dengan kata – kata penuh makna sehingga setiap pembaca harus mampu menguraikan makna dari setiap kata yang ditulis, Sangat menarik.


6.      Kekurangan buku ini : Bahasa yang digunakan sulit dimengerti, terlalu menggunakan bahasa baku. 

2 komentar: